Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bertaubat, Penuhi Syarat-syarat Ini


TAK selamanya semua orang berada dalam keadaan menjauh dari Allah. Ada kalanya mereka pun menyesali apa yang mereka perbuat. Dan Allah SWT senantiasa memberikan kesempatan kepada hambanya untuk bertaubat. Nah, ternyata bertaubat juga memiliki syarat-syarat tertentu. Apakah itu?

Taubat mempunyai 3 persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelakunya, yaitu:

1. Ruju’/ kembali pada jalan yang benar, suka berlaku baik, sekaligus menjauhi/ bercerai dari laku maksiat.

2. Menyesali laku maksiat yang pernah terjadi di masa-masa sebelum bertaubat.

3. ‘Azam/ bertekad sekerasnya untuk tidak melakukan maksiat lagi sesisa hidupnya (tidak mengulangi selamanya).

Shahabat Jabir RA bercerita tentang seorang dusun yang masuk ke masjid Rasulullah SAW lalu memanjatkan doa, “Ya Allah, sesungguhnya aku beristighfar/ memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”

Lalu, ia bertakbir melakukan shalat, dan selesai shalat, ia ditanya oleh shahabat Ali RA yang saat itu menjadi khalifah/ amirul mukminin. Sahut Ali, “Hai pria dusun, sebenarnya istighfar dengan ucapan membalap terlalu cepat, itu adalah taubatnya pendusta, dan perilakumu/ bertaubat semacam ini memerlukan taubat (maksudnya perilaku semacam itu jangan dilanjutkan dan perbaikilah cara bertaubatnya).” Jawab orang dusun itu, “Hai khalifah, bagaimana dengan taubatnya orang yang benar?” Jawab Ali RA, “Taubat adalah suatu isim/ istilah yang bermakna 6 perkara, yaitu:

1. Menyesali dosa-dosa terdahulu.

2. Membayar hutang/ sejumlah kewajiban yang dulu ditinggalkan (atau mengulang sejumlah fardhu seperti shalat dan lain-lain yang dulu diterlantarkan tak terurus).

3. Memulangkan hak-hak lain orang yang dulu dirampas olehnya (diambil secara paksa/ dhalim).

4. Menjinakkan nafsu untuk diajak bertaat, sebagaimana dulu ia jinak diajak berlaku maksiat.

5. Menyuapi nafsu dengan rasa pahitnya berlaku taat, sebagaimana ia digelontori rasa manisnya maksiat.

6. Suka menangis untuk mengganti/ menukar tertawanya.” (Demikian ditutur oleh Abu Su’ud)

Najmuddin qds. ketika menjelaskan proses pengangkatan derajat orang yang mau bertaubat, ia mengatakan, “Apabila Allah menghendaki salah seorang hamba diterima dalam bertaubat, pasti Dia pulangkan derajat hamba itu dari landasan yang paling rendah (dinaikkan) menuju pada kedudukan tertinggi dekat pada-Nya, dengan jalan memberi kemampuan hamba itu beribadah kepada-Nya secara mulus, murni/ ikhlas semata karena Allah.

Kemudian Dia memberi taufiq kepada hamba itu, untuk pulang menghadap-Nya, dan Dia menerima hamba/ kepulangannya itu dengan taqarrub kepada Allah SWT. Menunjuk firman-Nya (hadis qudsi), ‘Siapa mendekat kepada-Ku jarak sejengkal, maka Aku mendekatnya (lebih dekat) sehasta, dan siapa mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku mendekatnya (lebih dekat lagi) sedepa/ dua hasta,’ (AlHadis).

Makna yang dikandung dalam hadis tersebut ialah, ‘Siapa mendekat kepada-Ku dengan jalan bertaubat dan taat/ beribadah, maka Aku pasti mendekatnya dengan memberi rahmat, taufik dan ‘inayah/ bantuan. Bahkan jika ia menambah/ meningkatkan taubat dan taatnya, pasti Aku pun menambah karunia kepadanya, berupa rahmat, taufik dan ‘inayah’.”