Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menolak Jodoh, Bolehkah?



Sahabat Muslimah, sebelum menerima lamaran dari seseorang mungkin banyak yang dipikirkan dan dipertimbangkan. Meskipun kita tahu bahwa Rasul meletakkan ukuran agama menjadi ukuran yang terbaik ketika menimbang-nimbang jodoh, nggak jarang kita dapati bahwa seseorang menolak lamaran dengan alasan nggak ada perasaan atau karena nggak ada chemistry. Hm, alasan seperti itu kira-kira bagaimana ya? Apakah bisa diterima? Tapi, susah juga ya, kalau mengarungi kehidupan bersama seseorang yang kita nggak ada chemistry dengannya.
Asy Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al Fauzan hafidzahullah mengatakan bahwa, “Apabila engkau tidak berhasrat untuk menikah dengan seseorang maka engkau tidaklah berdosa untuk menolak pinangannya, walaupun ia seorang laki-laki yang shalih. Karena pernikahan dibangun di atas pilihan untuk mencari pendamping hidup yang shalih disertai dengan kecenderungan hati terhadapnya.”Namun bila engkau menolak dia dan tidak suka padanya karena perkara agamanya, sementara dia adalah seorang yang shalih dan berpegang teguh pada agama maka engkau berdosa dalam hal ini karena membenci seorang mukmin, padahal seorang mukmin harus dicintai karena Allah, dan engkau berdosa karena membenci keteguhannya dalam memegang agama ini. Akan tetapi baiknya agama laki-laki tersebut dan keridhaanmu akan keshalihannya tidaklah mengharuskanmu untuk menikah dengannya, selama tidak ada di hatimu kecenderungan terhadapnya. Wallahu a’lam” (Al Muntaqa min Fatawa Fadilatusy Syaikh Shalih Al Fauzan, 3/226-227, sebagaimana dinukil dalam Fatawa Al Mar’ah Al Muslimah, 2/706-707).
Memang, boleh saja kita menolak lamaran seseorang ketika kita merasa tidak ada chemistry atau ketertarikan hati terhadap seseorang. Berdasarkan kisah dari Umar bin Khaththab, bahkan ketika seorang wanita tidak menyukai rupa orang yang melamarnya, menolak adalah hal yang diperbolehkan. Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Janganlah kalian nikahkan anak gadis kalian dengan laki-laki yang bertampang jelek karena wanita itu menyukai laki-laki yang ganteng sebagaimana laki-laki itu menyukai perempuan yang cantik” (Takmilah al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab karya jilid 17 hal 214 karya Muhammad Najib al Muthi’i, terbitan Maktabah al Irsyad, Jeddah KSA). Akan tetapi, boleh nggak berarti wajib dilakukan. Karena perasaan itu masalah yang rumit yang mungkin kita sendiri pun pusing memikirkannya. Yah, meskipun kecenderungan hati terhadap pelamar masih menjadi pertimbangan yang penting saat menerima pinangan untuk menentramkan hati.
Nah, yang perlu diingat, chemistry serupa dengan hati yang bisa naik turun yang sebenarnya bisa juga diusahakan. Kalau mungkin ragu-ragu menerima si dia karena nggak ada getaran-getaran chemistry dan khawatir kehidupan rumah tangga ke depan nggak akan muncul romantisme yang berbunga-bunga atau bakal datar dan sejenisnya, coba luruskan lagi niat kita untuk menikah. Allah ta’ala lah yang menggenggam hati-hati kita. Pun ketika ada chemistry, belum tentu chemistry itu bisa terjaga sampai akhir hayat. Karena memang pada hakikatnya cinta apalagi kepada manusia itu seperti gelombang, ada pasang surutnya.
Mungkin ketika pertama kali bertemu belum ada chemistry, dengan ikhtiar, bisa saja Allah ta’ala memberikan chemistry tersebut saat dalam perjalanan membangun rumah tangga. Asalkan kita yakini dalam hati bahwa menerima lamaran si dia dengan niat ibadah karena Allah ta’ala dibarengi dengan proses yang sesuai syari’at, chemistry yang belum ada in syaa Allah bisa dibangun sepanjang perjalanan kok. Terus berhusnudhon dan iringi dengan shalat istikharah untuk memantapkan apapun pilihanmu. (annida-online)
Allahu a’lam.