Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cegah Suami dari Membuang Ibunya, Begini Sikap Istri Shalihah



Hubungan orang tua dengan anak memang hubungan yang tidak akan pernah bisa dipisahkan dengan apapun. Maka dari itu sudah sepatutnya anak sayang dengan orang tua, karena tidak ada orang tua yang tidak menyayangi anaknya. Jika adapun itu sebenarnya bukan sikap orang tua dan nuraninya pun sudah tertutup.
Orang tua adalah ujian bagi anak-anaknya. Jika disikapi dengan bijak dengan berbakti, maka orang tua adalah jalan paling pintas setelah iman bagi si anak untuk masuk dan menghuni surga yang penuh dengan kenikmatan.
Sebaliknya, anak adalah ujian bagi orang tua. Jika sabar dalam membesarkan dan mendidik, lalu anak-anaknya tumbuh dan berkembang menjadi sosok shalih dan shalihah, maka itulah investasi terbaik yang bisa mengantarkan orang tua untuk mendapatkan tempat rehat paling nikmat di akhirat kelak.
Lelaki ini, diuji dengan orang tuanya. Jauh sebelum itu, si orang tua telah diuji dengan anak laki-laki yang disayanginya itu. Hingga, tibalah keduanya pada masa yang panjang, setelah anak laki-lakinya tumbuh menjadi sosok saudagar sukses di sebuah daerah jazirah Arab. Sepanjang waktu, ia memiliki kesibukan yang amat padat. Karena itu pula, lambat-laun, ibunya yang sudah renta pun terasa mengganggu mobilitasnya dalam menjajakan komoditas ke berbagai wilayah.
Pada suatu hari, setan pun berkoordinasi dengan nafsu untuk memperdayakan laki-laki ini. Ia berkata kepada istrinya sebelum memulai perjalanan dagang musim itu, “Istriku, esok, tinggalkan ibu di tengah sahara. Aku sudah merasa sangat repot jika harus menyertakannya dalam setiap perjalanan dagang.”
Si istri shalihah itu, tak berani membantah. Ia diam, lalu mengangguk. Rombongan pun memulai perjalanan niaga di musim itu dengan semangat yang membara. Di ujung sore, rombongan itu sampai di sebuah tempat rehat, tepat di tengah gurun berbukit pasir. Sesuai perintah sang suami, istri shalihah ini pun melakukan perintah imamnya itu. Tak lama setelah itu, rombongan melanjutkan perjalanan.
Sebagaimana direncanakan, rombongan itu pun kembali rehat di awal malam. Mereka berkumpul sembari bercegkerama satu dengan yang lainnya. Menikmati bekal tersaji nikmat sembari mengakrabkan masing-masing anggota di rombongan itu.
Si laki-laki pun bertanya kepada istrinya, “Sayang, tolong bawa ke sini anak kita. Aku kangen dan ingin menimang serta bercanda dengannya.” Dalam rombongan itu, si laki-laki memang membawa anak kesayangannya. Sebagai salah satu faktor semangat dan hiburan baginya.
“Maaf, suamiku sayang,” jawab sang istri shalihah. “Aku telah meninggalkan ibu dan anak kita di tengah sahara sore tadi.”
“Apa?!” bentak sang suami, “bukankah aku hanya perintahkan agar tinggalkan ibu, bukan anak kita?!”
“Betul, suamiku.” Jelasnya agak berat, “Tapi, jika kita meninggalkan ibu, tak ada lagi gunanya anak yang kita sayangi itu.” Sebab, “Kelak, dia akan membuang kita sebgaimana kita telah membuang ibu.”
Tanpa banyak kalam, si laki-laki pun memacu kudanya sedemikian kencang. Hingga, sampailah ia di tengah gurun. Terlihatlah sebuah pemandangan memilukan. Ibunya mendekap sang cucu sembari memegang kayu untuk mengusir serigala buas yang siap menerkam mereka. Kata sang ibu, “Pergi, jangan ganggu cucuku. Ini anaknya si Fulan.”
La haula wa la quwwata illa billaah. Rabbighfirlii wa liwalidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii shagiiran. Aamiin.