Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mewahnya mi instan bagi warga Papua, pilih dapat mi ketimbang uang

Harga mi instan sendiri untuk satu bungkusnya dibandrol seharga Rp 5.000. Semua komoditas dagang di sana memang harganya hanya kelipatan Rp 5000.


Kalau misal kamu ditanya makanan apa yang paling mewah untuk masyarakat Indonesia, mungkin jawabannya tidak akan jauh dari makanan yang berbahan dasar daging atau seafood. Dua jenis makanan itu dikatakan paling mewah karena salah satu alasannya karena memang dibandrol dengan harga yang mahal. Tapi, ternyata ada satu daerah di Indonesia yang menganggap mi instan sebagai makanan yang paling mewah dan paling enak, tepatnya di Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua.



Ada beberapa distrik di Kabupaten Pegunungan Bintang di mana orang-orangnya sangat menyukai mi instan. "Di sana itu mi instan adalah makanan yang paling enak, dan dianggap mewah dan mahal," ucap Deny Mustikasari, sarjana asal Jawa Timur yang pernah menjadi pengajar di kabupaten tersebut kepada brilio.net, Selasa (5/5). "Masyarakat sana juga hanya mengenal satu merek mi instan dan tidak mengenal mi goreng. Jadi meskipun diperkenalkan mi goreng pun pasti dikasih kuah. Karena mi menurut mereka ya berkuah."

Saking "istimewanya" mi instan, masyarakat di sana lebih memilih mendapat bantuan berupa mi instan daripada uang. Kalau pun diberi uang, maka warga akan berlomba-lomba membeli mi instan dengan uang itu. Harga mi instan sendiri untuk satu bungkusnya dibandrol seharga Rp 5.000. Semua komoditas dagang di sana memang harganya hanya kelipatan Rp 5000.



Mayoritas penduduk di distrik tempatnya tinggal, yaitu Distrik Okbab, masih tinggal di rumah honai yang terbuat dari kayu yang hanya memiliki satu pintu tanpa jendela. Padahal tungku untuk memasak terletak di dalam rumah, jadi sewaktu memasak seluruh isi rumah akan terkena asap dari tungku tersebut. Dan untuk tidurpun masyarakat tidak menggunakan alas tikar, karpet, maupun kasur. Mereka hanya beralaskan lantai kayu dan menggunakan kain semacam sarung untuk selimut.

Deny juga bercerita mengenai pengalamannya menjadi pengajar di SD dan juga SMP Okbab, di mana siswa-siswinya sangat hormat dengan guru mereka melebihi rasa hormat pada orangtua mereka sendiri. Murid-murid di sana juga sangat sopan dan tidak ada satupun yang menyepelekan keberadaan guru. Pernah suatu waktu Deny memutarkan sebuah film kartun untuk murid-muridnya melalui laptop miliknya.

"Waktu nonton kartun dari laptopku yang kecil itu, mereka senang sekali mereka tertawa terbahak-bahak bahkan ruangan kelas menjadi penuh sampai ada yang gendong-gendongan. Karena mereka baru tahu laptop dan kartun saat itu." imbuh Deny. Terlepas dari segala ketertinggalan itu, menurut Deny, semua anak Papua memiliki semangat besar untuk belajar dan maju.