Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Terungkap, Mereka Dibalik Dewan Komisaris Perusahaan "Perambah" Hutan


Terungkap, dalam dewan komisaris Wilmar perusahaan yang didirikan pengusaha asal Medan, Martua Sitorus dan memiliki perkebunan di wilayah Sumatera dan Kalimantan terkait dengan 'pembakaran hutan' terdapat mantan orang penting dalam penegakan hukum di Indonesia.

Hal ini diketahui usai Imam B. Prasodjo mengungkap dalam akun Facebooknya pagi ini, Rabu (4/11/2015) memposting foto ucapan selamat kepada Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI dari perusahaan perkebunan Wilmar Group.

"Coba perhatikan! Mungkinkah penegak hukum (kepolisian dan kejaksaan) akan mampu bertindak tegas dalam melakukan tindakan hukum bila di dalam raksasa perusahaan perusahaan perkebunan yang memiliki potensi terkait dengan 'pembakaran hutan' ternyata di belakangnya ada komisaris para mantan pembesar dalam lembaga penegak hukum? Entahlah!" tulis Imam di dalam akunnya.

Terlihat memang di dalam dewan komisaris itu duduk Jend Pol (Purn) Drs. Sutanto, Komjen (Purn) Drs. Nanan Soekarna, Mayjen TNI (Purn) Drs. Hendardji Soepandji sampai Irjen Pol (Purn) Drs. Paiman. 

Menurut Imam sudah dapat diduga, yang paling berat dalam mengatasi bencana kabut asap hingga ke akar akarnya adalah komplikasi hukum dan kaitan tarik menarik kekuatan yang ada di dalamnya.

"Sebagai bangsa, kita menangis atas kenyataan ini. Di tengah kehidupan rakyat yang begitu banyak masih dalam derita, jutaan petani dan buruh yang bergaji tak cukup menyambung hari."

"hingga jutaan perempuan Indonesia terpaksa harus mengais tetesan rizki menjadi kuli, babu, TKI, dan menyabung nyawa, meninggalkan anak dan suami," katanya lagi.

Belum lagi di dalam hutan sana juga ada ratusan ribu kehidupan suku suku pedalaman yang selama ini dengan setia menjaga hutan sumber kehidupan warisan ribuan tahun nenek moyang.

Tak terbayang juga jutaan kekayaan alam, keragaman flora dan fauna yang menjadi sumber kekayaan bangsa, dan banyak lagi.

"Ternyata hancur dalam cengkraman raksasa bisnis yang entah untuk kemakmuran siapa. Lihatlah hutan dibakar, digadaikan, diobral untuk kemewahan dan kerakusan di atas derita orang orang yang harusnya pemilik paling sah negeri ini," kata Imam.

Menurutnya kita harus renungkan saat membaca konstitusi kita (UUD 1945 Pasal 33) yang telah begitu jelas menyatakan:"Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara" (Ayat 2). Juga disebutkan: "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat" (Ayat 3).

Namun semua itu tidak ada artinya, hanya ada di atas kertas jika para pemimpin dan pembesar bangsa yang ternyata memanfaatkan semua sumber kekayaan hanya untuk kepentingan dirinya dan kelompoknya.

"Orang pun dengan mudah dapat bertanya: 'Tapi mana kemakmuran untuk rakyat di tengah kemewahan perusahaan raksasa itu? Lihatlah korban korban asap akibat jutaan hektar hutan hangus, menebar asap begitu menyesakkan'." katanya.

Dan yang paling penting harus diingat juga adalah, dalam konstitusi kita juga disebutkan: "Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional" (Ayat 4).

Katanya lagi-lagi, rakyat dengan mudah dapat menggugat: "Tapi mana kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan kemandirian. Dan mana pula prinsip menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional?" 

"Semoga negeri ini, yang pemerintahannya dibentuk dan ada karena darah pengorbanan nenek moyang, yang mengorbankan nyawa demi cita cita 'memajukan kesejahteraan umum', yang bersumpah hingga dituangkan dalam kata-kata begitu jelas untuk 'melindungi segenap bangsa Indonesia', tak berkhianat, dan dapat selamat dalam menghadapi tantangan yang begitu besar ini," katanya.

Mari kita amati sambil berdoa agar tak berakhir dengan berita buruk bagi bangsa ini karena ulah dan penghianatan terhadap cita cita proklamasi.

Terbesar di Asia

Terkait dengan perusahaan Wilmar Group, di pentas bisnis nasional, nama kelompok usaha ini mungkin kurang familier.

Padahal, Wilmar termasuk perusahaan agrobisnis terbesar di Asia, mulai dari penguasaan lahan, pabrik pengolahan, hingga perdagangannya.

Dan, walaupun berbasis di Singapura, sejatinya sebagian besar aktivitas produksinya berada di Indonesia.

Di negeri ini, Wilmar memiliki sekitar 48 perusahaan operasional. Salah satunya adalah PT Multimas Nabati Asahan, yang memproduksi minyak goreng bermerek Sania.

Lebih dari itu, pendiri Wilmar adalah orang Indonesia bernama Martua Sitorus, berasal dari Pematang Siantar, Sumatera Utara. Ia adalah sarjana ekonomi dari Universitas HKBP Nommensen, Medan.

Kisah Martua sendiri memulai bisnisnya tak jauh beda dengan pengusaha besar lainnya.

Berawal dari berdagang minyak sawit dan kelapa sawit kecil-kecilan di Indonesia dan Singapura. Lama-kelamaan bisnisnya berkembang pesat.

Dan, pada 1991 Martua mampu memiliki kebun kelapa sawit sendiri seluas 7.100 hektar di Sumatera Utara. Di tahun yang sama pula ia berhasil membangun pabrik pengolahan minyak kelapa sawit pertamanya.

Pada 1996 Martua berekspansi ke Malaysia dengan membangun pabrik pengolahan minyak kelapa sawit di sana.

Tak puas dengan itu, Martua mulai melirik bisnis hilir (produk turunan) yang lebih bernilai tinggi.

Pada 1998 Martua untuk pertama kalinya membangun pabrik yang memproduksi specialty fats.

Lalu pada tahun 2000 ia juga meluncurkan produk konsumsi minyak goreng bermerek Sania.

Selanjutnya, tahun demi tahun bisnis Martua makin membesar hingga menjadi salah satu perusahaan agrobisnis terbesar di Asia yang terintegrasi dari hulu sampai hilir.

Per 31 Desember 2005, Wilmar memiliki total lahan perkebunankelapa sawit seluas 69.217 hektar, 65 pabrik, tujuh kapal tanker, dan 20.123 karyawan.

Wilmar mengekspor produk-produknya ke lebih dari 30 negara. Martua pun menjadi inspirasi pengusaha-pengusaha muda di Sumut yang ingin berhasil dan menapaki jejaknya.

Puncaknya, Martua mencatatkan Wilmar di bursa efek Singapura pada Agustus 2006 dengan kapitalisasi pasar mencapai US$2 miliar.

Sumber: http://medan.tribunnews.com/2015/11/04/terungkap-mereka-dibalik-dewan-komisaris-perusahaan-perambah-hutan