Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rapid Test Jadi Ladang Bisnis, Publik Murka: Semoga Dilaknat Dunia Akhirat

Rapid Test Jadi Ladang Bisnis, Publik Murka: Semoga Dilaknat Dunia Akhirat


Hasil tes cepat atau rapid test COVID-19 nonreaktif adalah salah satu syarat seseorang dapat menggunakan transportasi udara. Ini tertera dalam rekomendasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dan Surat Menteri Perhubungan Kementerian Perhubungan RI Nomor AJ.001/1/12 PHB 2020 tentang Peningkatan Pelayanan Perjalanan Orang.

Kebijakan ini ditetapkan dengan harapan hanya orang-orang terindikasi sehat saja yang dapat menaiki pesawat.

Surat nonreaktif--atau sebut saja 'surat bebas COVID-19'--dapat diperoleh di fasilitas kesehatan daerah asal. Sekarang, itu lebih mudah karena beberapa maskapai penerbangan juga membuka layanan rapid test.

Sejumlah maskapai, bahkan menggeber promo untuk memfasilitasi penumpang yang hendak terbang.

Citilink, anak usaha Garuda, menggratiskan uji cepat bagi penumpangnya dalam jumlah tertentu, yakni 500 penumpang. Lion Air Group juga mengenakan tarif Rp95.000.

Menurutnya, di negara lain untuk para pelawat domestik berlaku penekanan pada protokol standar kesehatan. Di antaranya masker, Jaga jarak, pengukuran suhu tubuh.

“Di negara-negara lain, rapid maupun PCR hanya untuk orang yang products gejala. Ketersediaan alat tes diutamakan untuk mereka, tidak dibisniskan sebagaimana di sini,” ujarnya, Kamis (2/7/2020).

Is_pelssy mengatakan, mahalnya rapid test semakin menyusahkan masyarakat. Kata dia, di tengah kecemasan, saat susah mencari segenggam beras, rapid test dijadikan ladang bisnis.

“Sungguh terlalu. Masyarakat ditindas dengan harga rapid Covid-19 Rp70 ribu disulap antara 350 ribu sampai 1 juta per orang,” ujarnya.

“Sekelas negara kecil Ecuatorial Guinea Afrika Barat, dari rapid, PCR, swab gratis tis... Karantina kelas HIlTON or IBIS Hotel baru ditanggung company. Kemaren di +62 mungkin pas kebetulan aja bayar. Rapid 500 ribu, PCR Rp2,5 juta,” kata Mwildhan.

Deliari25 berharap, pihak yang mengambil keuntungan di tengah kesengsaraan warga mendapat balasan yang setimpal. Kata dia, luar biasa, dari mulai masker, hand sanitizer, APD sampai rapid test dibisnisin.

“Semoga dilaknat dunia akhirat, orang-orang yang mengambil keuntungan di tengah kesengsaraan orang lain,” tegasnya.

“Bisnis apa yang paling menjanjikan tahun 2020 & 2021 bro? Bisnis Rapid test!,” cetus Ghazy_Kyaukphyu.

“Tiket lebih murah dari rapid test, rapid test jadi bisnis, mantep tambah Whajd2.

Menurut SuperMumun, memakai masker saat melakukan penerbangan sudah cukup. “Masih perlukah rapid test di Bandara? Secara mall & tempat wisata sudah banyak yang buka? Menguntungkan siapa ladang bisnis baru ini? Yang jelas lagi-lagi konsumen yang dirugikan. Menurut saya Protokol #newnormal HS, masker, social distancing, thermo gun sudah cukup,” ujarnya.

“Mau keluar kota harus rapid test, mau tes kerja rapid test, mau periksa kesehatan rapid test, bahkan mau melahirkan harus rapid test. Sampe sini udah paham kalo wabah ini udah jadi ladang bisnis?,” kata Warmstrong182.

“Rapid test memang sudah jadi bisnis sampingan RS dan berbagai institusi. Padahal rapid test sama sekali tidak membuktikan seseorang itu positif atau tidak, dan harusnya RS/dokter paling tahu tentang ini. Mewajibkan rapid test untuk syarat pelayanan kesehatan itu bodoh dan kejam!,” cetus PartaiSocmed.

“Jadi ladang subur bisnis baru, kasian orang yang susah kalo sakit mau rawat inap harus test rapid, malah tidak ditanggung BPJS lagi. Rakyat sabar itu ada batasnya jangan terus diuji,” kata EkaAyu.

Sudah sangat menyusahkan pelaku ekonomi kecil, jual barang antar propinsi harus rafid dengan harga sekitar 350 ribu, kalau mereka berdua 750 ribu. Padahal jualan mereka sekali jalan dalam kondisi normal keuntungan mereka sangat sedikit, tolong rapidnya digratiskan khan ada dana kesehatan Rp 72 T,” tambah Jelata_RI.

“Kalau mau sukses harusnya seperti di luar negeri rapid test gratis. Kalau suruh bayar Emang semua orang mampu? Sekarang banyak pihak, usaha bangkrut, bisnis sepi. Cari kerja aja minta rapid tes. Interview bisa 2-3x. Itu baru 1 perusahaan. Itung sendiri biayanya berapa lamaran 10 perusahaan? Mau cari duit malah buang duit. Gimana dapat kerja???,” ungkap Kenzcha1.

Sementara Ipangestuuu mengkritik netizen yang mengeluh masalah ini. “Pemerintah bikin rapid test gratis ditolakin. Swasta bikin rapid test bayar diprotes. Katanya sebagai ladang bisnis. Mau kalian apa,” ujarnya.

“Astaghfirullah... otak mana otak? Dikasih new normal bilang pemerintah jahat ngebunuh rakyat, dikasih PSBB malah keluyuran, kumpul-kumpul di keramaian. Giliran dikasih rapid test GRATIS malah takut, sembunyi, ngunci pintu rumah,” kata alendanatalia.