Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cek Fakta: Jokowi Disebut Cucu Kandung Nabi Musa

Cek Fakta: Jokowi Disebut Cucu Kandung Nabi Musa



Beredar sebuah tangkapan layar memperlihatkan gambar Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj. Tangkapan layar itu beredar di media sosial.

 

Adalah akun facebook Putra Inka yang turut mengunggah tangkapan layar itu, Sabtu 17 Oktober 2020. Pada tangkapan layar terdapat narasi bahwa Said menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan cucu kandung Nabi Musa.

 

Berikut narasi selengkapnya:


“AQIL SIJOJ : Pak Jokowi itu Cucu Kandung Nabi Musa, Coba Tanya Baik-Baik Pasti Beliau Mengakuinya.”


Unggahan ini ramai direspon warganet. Terdiri dari 54 emotikon, 49 komentar dan 107 kali dibagikan.


Penelusuran


Foto Said itu awalnya berasal dari cuplikan tayangan program Newsmaker Medcom.id yang diunggah akun resmi media sosial Medcom.id pada 7 Maret 2019.


Cek Fakta: Jokowi Disebut Cucu Kandung Nabi Musa



Dari tayangan itu, Said memang sempat menyinggung kata 'cucu'. Namun ia sama sekali tidak menyebut bahwa Presiden Jokowi merupakan cucu Nabi Musa.


"Yang paling penting keputusan (Bahtsul Matsaail) tentang revolusi industri 4.0. Ini (sambil mengangkat telepon seluler), kalau saya atau pak Kohar (Abdul Kohar/Host Newsmaker Medcom.id) bisa mengendalikan diri. Bisa dipinggirkan dulu (ponselnya). Kalau cucu kita, tidak bisa lepas dari ini (ponsel). Ini luar biasa. Lama-lama kita kering. Kita bukan manusia lagi. Manusia tidak hadir di situ. Maka hilanglah arti kemanusiaan. Habluminannas rontok ambrol. Kita harus mengendalikan teknologi. Kita ini manusia. Kita jangan diperbudak oleh ini," terang Said.


Kesimpulan:


Klaim bahwa Said menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan cucu kandung Nabi Musa, adalah salah. 


Faktanya, ini kabar bohong lama yang kembali beredar di tengah masyarakat.

 

Informasi ini masuk kategori hoaks jenis misleading content (konten menyesatkan). 


Misleading terjadi akibat sebuah konten dibentuk dengan nuansa pelintiran untuk menjelekkan seseorang maupun kelompok. 


Konten jenis ini dibuat secara sengaja dan diharap mampu menggiring opini sesuai dengan kehendak pembuat informasi.

 

Misleading content dibentuk dengan cara memanfaatkan informasi asli, seperti gambar, pernyataan resmi, atau statistik, akan tetapi diedit sedemikian rupa sehingga tidak memiliki hubungan dengan konteks aslinya.